BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan
sebagai salah satu proses perubahan pada pembentukan sikap, kepribadian dan
keterampilan manusia untuk menghadapi masa depan. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan
itu dipengaruhi oleh berbagai faktor - faktor yang menyangkut perilaku manusia,
kemampuan dan kemauan belajar sehingga pada akhirnya proses mendorong
pertumbuhan dan perkembangan kearah suatu tujuan yang dicita - citakan dan
diharapkan perubahan tersebut membawa dampak positif.
Undang
- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan
bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” dan ayat (3) menegaskan
bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan
nasional, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang -
Undang. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tujuan nasional negara Indonesia.
Oleh sebab itu seluruh komponen bangsa harus terlibat dalam pencapaian tujuan
nasional ini
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
perkembangan dan perubahan pendidikan Indonesia ?
2. Apa
sajakah masalah pendidikan Indonesia ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui
perkembangan dan perubahan pendidikan Indonesia
2. Mengetahui
masalah pendidikan Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Perkembangan Dunia Pendidikan Negara Indonesia
saat ini
Perkembangan pendidikan di
Indonesia tidak luput dari adanya sistem kurikulum yang dibentuk pemerintah
Indonesia.kurikulum kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan,
sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang
jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum
pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952,
1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006.Perubahan tersebut merupakan
konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya,
ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara.Sebab, kurikulum
sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai
dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum
nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD
1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan
dalam merealisasikannya.
1. Rencana Pelajaran 1947
Awal kurikulum terbentuk pada
tahun 1947, yang diberi nama Rencana Pembelajaran 1947. Kurikulum ini pada saat
itu meneruskan kurikulum yang sudah digunakan oleh Belanda karena pada saat itu
masih dalam proses perjuangan merebut kemerdekaan. Yang menjadi ciri utam
kurikulum ini adalah lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang
berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.Kurikulum pertama yang lahir pada masa
kemerdekaan memakai istilah leer plan.Dalam bahasa Belanda, artinya rencana
pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan
kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda
ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru
dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950.Sejumlah kalangan menyebut sejarah
perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal
pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar
pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran.Yang
diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi
pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian
dan pendidikan jasmani.Setelah rencana pembelajaran 1947, pada tahun 1952
kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan. Dengan berganti nama menjadi
Rentjana Pelajaran Terurai 1952.Yang menjadi ciri dalam kurikulum ini adalah
setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan
kehidupan sehari-hari.
2. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci
setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952.“Silabus mata
pelajarannya jelas sekali.seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata
Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika
itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden
Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964.Fokusnya pada
pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata
pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar
lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional prak tis.Usai tahun
1952, menjelang tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum
pendidikan di indonesia. Kali ini diberi nama dengan Rentjana Pendidikan 1964.
Yang menjadi ciri dari kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program
pancawardhana yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan
jasmani.
3. Kurikulum 1968
Usai tahun 1952, menjelang
tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia.
Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum
1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai
keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada
jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana
(Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan,
dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan
pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur
kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.Kurikulum 1968 merupakan perwujudan
dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan,
Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk
manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi
pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan,
serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968
bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai
produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati.
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok
pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah
pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968
sebagai kurikulum bulat.“Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,”
katanya.Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang
tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
4. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai
pengganti kurikulum 1968 menekankan pada tujuan,Kurikulum 1975 menekankan pada
tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi
adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective)
yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan
SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan
pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI).Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran
setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum,
tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru sibuk
menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
5. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung
process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor
tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang
disempurnakan”.Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar.Dari mengamati
sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan.Model ini disebut
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya
Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum
Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang
Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992.Konsep CBSA yang elok secara
teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami
banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional.Sayangnya, banyak
sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA.Yang terlihat adalah suasana gaduh di
ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan
yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah.Penolakan CBSA
bermunculan.
6. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih
pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya.“Jiwanya ingin
mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan
proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan
proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai
terlalu berat.Dari muatan nasional hingga lokal.Materi muatan lokal disesuaikan
dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian,
keterampilan daerah, dan lain-lain.Berbagai kepentingan kelompok-kelompok
masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum.
Walhasil,menjelma menjadi kurikulum super padat.Kejatuhan rezim Soeharto pada
1998,diikuti kehadiran suplemen Kurikulum 1999.Tapi perubahannya lebih pada
menambah sejumlah materi. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum
1984 dan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang no. 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu
pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem
caturwulan.Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi
tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima
materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang
menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
ü Pembagian tahapan
pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
ü Pembelajaran di sekolah
lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi
pelajaran/isi).
ü Kurikulum 1994 bersifat
populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di
seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang
khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan
kebutuhan masyarakat sekitar.
ü Dalam pelaksanaan
kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa
aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan
siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen,
divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
a. Dalam
pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan
konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan
terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan
pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan
masalah.
b. Pengajaran
dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit
dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
c. Pengulangan-pengulangan
materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman.
Selama dilaksanakannya
kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari
kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di
antaranya sebagai berikut :
d. Beban
belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya
materi/ substansi setiap mata pelajaran.
e. Materi
pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan
aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas saat
berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994.Hal ini mendorong para pembuat
kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut.Salah satu upaya
penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen kurikulum 1994. Penyempurnaan
tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan
kurikulum, yaitu:
- Penyempurnaan
kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan
masyarakat.
- Penyempurnaan
kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang
ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta
sarana pendukungnya.
- Penyempurnaan
kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan
kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
- Penyempurnaan
kurikulum mempertimbangkan brbagai aspek terkait, seperti tujuan materi
pembelajaran, evaluasi dan sarana-prasarana termasuk buku pelajaran.
- Penyempurnaan
kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat
menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang
tersedia di sekolah.
- Penyempurnaan
kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu
tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
Implementasi pendidikan di
sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum.Salah satu bentuk invovasi yang
dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan
inovasi di bidang kurikulum.Kurikulum 1994 disempurnakan lagi sebagai respon terhadap
perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi
disentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25
tentang otonomi daerah.
Pada era ini kurikulum yang
dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK adalah
seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang
harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan
sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas,
2002).Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan
(kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya
dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat
kompetensi tertentu.KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu
dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
Adapun karakteristik KBK
menurut Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut:
a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara
individual maupu klasikal.
b. Berorientasi pada hasil belajar
(learning outcomes) dan keberagaman.
c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode
yang bervariasi.
d. Sumber belajar bukan hanya
guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
e. Penilaian menekankan pada
proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu
kompetensi.
7. Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK).Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah
yang mesti dicapai siswa.Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat
ukur kompetensi siswa, yakni ujian.Ujian akhir sekolah maupun nasional masih
berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai,
evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu
mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di
sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa
telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa
sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
Kurikulum ini dikatakan sebagai
perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.
Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan
dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi,
(2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan
tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan
untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan
pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
setiap satuan pendidikan.
Secara substansial,
pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih
kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan
tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajarantetap masih bercirikan
tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah
subject matter), yaitu:
ü Menekankan pada ketercapaian
kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
ü Berorientasi pada hasil
belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
ü Penyampaian dalam
pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
ü Sumber belajar bukan
hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
ü Penilaian menekankan
pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu
kompetensi.
Terdapat perbedaan mendasar
dibandingkan dengan KBK tahun 2004 dengan KBK tahun 2006 (versi KTSP), bahwa
sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun rencana pendidikannya dengan
mengacu pada standar-standar yang ditetapkan, mulai dari tujuan, visi-misi,
struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan hingga pengembangan
silabusnya.
8. KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK
dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih
tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi
pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan
Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan
kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi
siswa serta kondisi sekolah berada.Hal ini disebabkan karangka dasar (KD),
standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar
(SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional.Jadi pengambangan perangkat pembelajaran,
seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan
(sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)
Kurikulum yang terbaru adalah
kurikulum 2006 KTSP yang merupakan perkembangan dari kurikulum 2004 KBK.
Kurikulum 2006 yang digunakan pada saat ini merupakan kurikulum yang memberikan
otonomi kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan yang puncaknya tugas
itu akan diemban oleh masing masing pengampu mata pelajaran yaitu guru.
Sehingga seorang guru disini menurut Okvina (2009) benar-benar digerakkan
menjadi manusia yang professional yang menuntuk kereatifitasan seorang
guru.Kurikulum yang kita pakai sekarang ini masih banyak kekurangan di samping
kelebihan yang ada. Kekurangannya tidak lain adalah (1) kurangnya sumber manusia
yang potensial dalam menjabarkan KTSP dengan kata lain masih rendahnya kualitas
seorang guru, karena dalam KTSP seorang guru dituntut untuk lebihh kreatif
dalam menjalankan pendidikan. (2) kurangnya sarana dan prasarana yang dimillki
oleh sekolah.
9. Kurikulum 2013
Kurikulum
2013 merupakan suatu kurikulum yang dibentuk untuk mempersiapkan lahirnya
generasi emas bangsa Indonesia,dengan sistem dimana
siswa lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar (KBM)
Aspek - Aspek
Pengetahuan
Pengetahuan dalam kurikulum 2013 sama seperti
kurikulum-kurikulum sebelumnya, yaitu penekanan pada tingkat pemahaman siswa
dalam pelajaran. Nilai dari aspek pengetahuan bisa didapat dari Ulangan Harian,
Ujian Tengah/Akhir Semester, dan Ujian Kenaikan Kelas. Pada kurikulum 2013,
Pengetahuan bukan aspek utama seperti pada kurikulum-kurikulum sebelumnya.
Keterampilan
Keterampilan merupakan aspek baru dalam kurikulum
di Indonesia. Keterampilan merupakan penekanan pada skill atau
kemampuan. misalnya adalah kemampuan untuk mengemukakan pendapat,
berdiksusi/bermusyawarah, membuat laporan, serta berpresentasi. Aspek
Keterampilan merupakan salah satu aspek penting karena hanya dengan
pengetahuan, siswa tidak dapat menyalurkan pengetahuan tersebut sehingga hanya
menjadi teori semata.
Sikap
Aspek sikap merupakan aspek yang agak sulit untuk
dinilai. Sikap meliputi sopan santun, adab dalam belajar, absensi, sosial, dan
agama. Diperlukan kerja sama yang baik antara orang tua,guru mata pelajaran,
wali kelas dan guru BK agar penilaian aspek ini lebih optimal. Agar penilaian
sikap dapat diterapkan setiap tatap muka, guru harus menyiapkan lembar
pengamatan penilaian sikap.
2. IDENTIFIKASI &
ANALISA PERMASALAHAN
Lalu apa yang sebenarnya menjadi penghambat perkembangan pendidikan
saat ini? Dan apakah yang harus dihadapi bukan hanya oleh pemerintah saja
tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat didalam perkembangan pendidikan di
negara kita tercinta ini
Ada beberapa hal yang sangat penting yang menjadi pokok permasalahan dari
penghambat perkembangan pendidikan terlepas dari masalah alokasi dana
pendidikan dari APBN/APBN 20% yang sampai saat ini masih belum jelas
sistematika pembagian kewenangannya dan upaya peningkatan sumber daya manusia
para pengajar yang merupakan hal penting yang harus diperhatikan dan harus
ditindak lanjuti, tetapi akan saya lebih fokuskan kepada 2 hal berikut;
1. Pendidikan di Indonesia belum maksimal mengajak semua pelajar
berusaha untuk berfikir mandiri dan kurangnya penerapan ilmu menganalisa
sesuatu. Memang pemerintah sudah menerapkan solusi yang masih terbilang baru
yaitu sistem KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) pengganti kurikulum 1994 yang
menerapkan ilmu menganalisa dan menanamkan kemandirian di setiap pelajar tetapi
apakah semua itu berjalan dengan lancar? Sedangkan menurut Drs.Yusuf Rianto,
Dinas Pendidikan Kulon Progo, selama ini memang belum ada SK Menteri yang
menetapkan pemberlakuan KBK. Jadi selama ini kebijakan KBK tersebut secara yuridis
formal memang tidak ada dasar hukumnya. Beliau merasa sekarang ini hanya
menjadi kelinci percobaan saja. Kurikulum yang selalu berubah-ubah pada setiap
pergantian menteri pendidikan menajamkan pandangan masyarakat bahwa ada unsure
politik didalamnya dan membuat masyarakat berasumsi bahwa pemerintah tidak ada
mempunya konsistensi terhadap sebuah keputusan yang telah diambil. Pada
akhirnya pihak siswalah yang paling dirugikan, pelajar yang dipaksa menerima
perubahan yang begitu cepat, tanpa alasan yang memadai. Beliau juga menegaskan
bahwa ini menunjukkan bahwa sikap pemerintah yang sangat ragu-ragu dan
mengambil langkah cepat tanpa memikirkan dampak-dampak yang akan terjadi,
menunjukkan pemerintah dalam hal ini Depdiknas dinilai selalu tergesa-gesa, reaktif,
tidak transparan dan partisipatif.
2. Kebijakan Nilai UAN (Ujian Akhir Nasional) / Ujian Akhir Semester
atau sejenisnya yang terbilang sangat memaksakan para pelajar. Didalam
artikelnya Bapak Achmad Sentosa, seorang advisor untuk Partnership for Governance
Reform in Indonesia menyatakan kekhatirannya bahwa UAN hanya akan
mememperpanjang deret masalah dalam dunia pendidikan di Indonesia. UAN
mempunyai dampak negatif yang sangat besar terhadap perkembangan mental pelajar
Indonesia. Kita dapat mengambil satu contoh nyata, dikutip dari kompas cyber
media edisi Juni 2006 seorang siswa SMK di Pontianak memilih jalan pintas untuk
mengakhiri hidupnya lantaran tidak lulus didalam UAN, ini sudah jelas bahwa
kebijakan tersebut telah menurunkan selera serta mentalitas pelajar untuk
saling berkompetensi dalam menuntut ilmu. Pasal 60 UU No. 39 tahun 1999
menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
kecedasannya. Apabila sistem pendidikan kita melalui kebijakan konversi nilai
tidak mampu menghargai siswa sesuai dengan bakat dan tingkat kecedasannya, maka
perbuatan ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.
William Chang juga menyebutkan dalam artikel yang pernah di muat di media yang
sama kompas bahwa, penerapan instrument multiple choice pada UAN juga tidaklah
terlalu cukup untuk merepresentasikan kemampuan kognitif, afektif, maupun
psikomotorik siswa secara komprehensif dan objektif. Lama kelamaan secara tidak
langsung, dari satu sisi, sistem ini akan lebih condong untuk menghargai
pelajar yang mempunyai intelektualitas yang tinggi daripada anak-anak yang
mempunyai tingkat intelektualitas sedang dan rendah. Dengan begitu pelajar yang
mempunyai tingkat intelektualitas sedang dan rendah akan mengalami suatu perang
batin apakah mereka cukup kompeten atau tidak. Dan apabila ini terus berlanjut
tidak dapat dipungkiri bahwa akan banyak pelajar Indonesia pada masa mendatang
yang akan mengalami penurunan mental yang selanjutnya akan menjadi salah satu
pengambat dalam perkembangan pendidikan itu sendiri dan masalah ini sudah bisa
digolongkan pada diskriminatif dalam dunia pendidikan formal.